Kisah Sukses, Cerita Inspirasi dan Motivasi
Dapatkan inspirasi melalui berupa motivasi, persahabatan,
cinta, kisah sukses, kemanusiaan dan lain lain.. Apa arti dari Dunia ini jika kita tidak bisa saling berbagi ? Kirimkan cerita yang paling menjadi inspirasi kamu hari ini, niscaya semua keinginan kamu akan tercapai. Sukses Selalu!.
Singapore Paradox - Bisnis
View : 438518 Created by : dea
http://www.kompas. co.id/kompas- cetak/0611/ 02/opini/ 3066058.htm
*"Singapore Paradox"?**
Todung Mulya Lubis*
Anda adalah seorang pengusaha Indonesia. Anda telah menyuap pejabat bank
negara untuk mendapatkan 200 juta dollar Amerika Serikat tanpa jaminan
memadai, atau analisa risiko, untuk sebuah bisnis yang Anda tahu tak akan
bisa berjalan. Aparat penegak hukum mengetahui hal ini dan Anda dihadapkan
kepada ancaman penahanan. Anda harus lari ke tempat di mana aparat hukum
tak
akan bisa menyentuh Anda. Ke mana? Singapura. Mengapa? Karena Singapura
hanya setengah jam terbang (seharusnya satu jam lebih sedikit) dari
Jakarta,
atau 45 menit dengan ferry dari Batam, dan yang terpenting Singapura tidak
memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia".
Itulah awal tulisan Michael Backman di harian The Age (Melbourne,
26/7/2006)
yang terkesan amat ironis dan penuh sinisme. Bayangkan Singapura, sebuah
negara pulau yang amat maju, serba teratur, dan diperintah oleh supremasi
hukum, tiba-tiba digambarkan sebagai tempat parkir uang-uang haram dari
Indonesia.
Tulisan ini tak enak dibaca, dan muka mantan Perdana Menteri Lee Kuan Yew
merah padam menahan marah. Pertanyaannya, sejauh mana Michael Backman
benar?
*Bersih dari korupsi*
Jika melihat data dari Corruption Perception Index (CPI) yang diterbitkan
Transparency International setiap tahun, terlihat, Singapura termasuk
negara
paling bersih dari korupsi bersama sejumlah negara Skandinavia. Tahun
2005,
misalnya, survei Transparency International menempatkan Singapura sebagai
negara nomor lima paling bersih dengan score 9,4.
Rentang score yang digunakan survei Transparency International adalah
0-10,
angka 10 untuk negara zero corruption dan angka 0 untuk negara paling
korup.
Score 9,4 adalah yang amat bagus mendekati sempurna, dan menjadi daya
tarik
bagi pengusaha dan mereka yang ingin menabungkan uangnya di bank-bank
Singapura. Kerahasiaan bank terjamin dan aman. Tidak heran jika Singapura,
negara berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa dengan produk domestik bruto
(GDP)
sekitar 132 miliar dollar AS, menjadi pusat keuangan dan bisnis regional
yang maju pesat, hadir sebagai saingan baru bagi pusat keuangan mapan
seperti Hongkong dan Swiss.
Jika meneliti konglomerasi Indonesia dan dunia, terlihat banyak sekali
regional headquarters berdomisili di Singapura, dan uang pun mengalir ke
sana. Proses pengambilan keputusan pun akhirnya banyak dilakukan di
Singapura, menyebabkan lalu lintas ke dan dari Singapura menjadi amat
padat.
Lihat, pesawat Jakarta-Singapura setiap hari padat penumpang.
Maka, bagi publik, terutama pengusaha, Singapura adalah negara yang amat
maju, teratur, bersih dari korupsi, dan dituntun oleh Rule of Law. Lembaga
pengadilan amat mandiri, independen, dan tanpa korupsi. Putusan pengadilan
selalu berdasar ketentuan hukum yang berlaku (strict law).
Belakangan, penyelesaian arbitrase di Singapura juga mulai populer karena
dianggap memiliki kredibilitas tinggi. Akhirnya Singapura menjadi bukan
saja
tempat bisnis, tetapi juga tempat rujukan penyelesaian sengketa bisnis.
Tidak heran jika kita melihat banyak kontrak bisnis internasional yang
mencantumkan penyelesaian sengketa bisnis di lembaga pengadilan atau
arbitrase di Singapura.
Dalam kondisi seperti inilah kita selalu mendengarkan kotbah tentang
integritas, good governance, good corporate governance, dan Rule of Law
dari
Singapura, baik yang berasal dari pemerintahan maupun pengusaha swasta.
Indonesia sering dikritik sebagai negara yang tak aman untuk berinvestasi
karena ketidakpastian hukum dan merajalelanya korupsi.
Perlu dicatat, pada tahun 2005, menurut survei Transparency International,
Indonesia termasuk negara paling korup di dunia, pada urutan 132 dengan
score 2,2. Bandingkan dengan Singapura yang mendapat score 9,4.
*Uang haram*
Indonesia adalah negara yang tak akan maju jika tidak memperbaiki kondisi
penegakan hukum. Dengan kata lain, Indonesia akan terus terpuruk sebagai
"paria" di antara negara-negara Asia yang sedang berlomba maju seperti
Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam serta Korea Selatan, Taiwan,
Cina, dan India.
Indonesia yang kaya sumber alam dan penduduk hanya menjadi penonton
kemajuan
ekonomi karena sistem pemerintahan yang korup dan tak berkepastian hukum?
Indonesia tak lagi memiliki modal, dan daya beli kian merosot.
Ke mana uang Indonesia mengalir? Ke mana modal Indonesia menghilang? Dalam
kaitan itu, menarik membaca tulisan Netty Ismail, Morgan Stanley's Quit
After Singapore E-Mail (Bloomberg, edisi 5 Oktober 2006). Dalam artikel
itu
dijelaskan, Chief Economist Andy Xie yang telah bekerja sekitar sembilan
tahun pada Morgan Stanley terpaksa atau dipaksa mundur karena sebuah
e-mail
internal yang amat kritis terhadap keberhasilan Singapura yang menurut
Andy
Xie berasal dari uang haram para pejabat dan pengusaha Indonesia yang
dicuci
di Singapura. "Indonesia has no money. So Singapore isn't doing well",
kata
Andy Xie dalam salah satu e-mail-nya.
Maka, Singapura sebetulnya mendulang sukses dari uang-uang haram hasil
penjarahan uang negara Indonesia yang dilakukan pejabat dan pengusaha tak
bertanggung jawab. Tidak heran melihat banyak gedung, apartemen, dan
kantor
yang merupakan investasi orang-orang Indonesia yang oleh pemerintah
Singapura diberikan banyak kemudahan, termasuk pajak dan izin tinggal
(permanent residence), bahkan dalam beberapa kasus diberi kewarganegaraan
Singapura. Beberapa pengusaha Indonesia diketahui memiliki status warga
negara Singapura. Mereka lalu menjadi untouchables karena bukan lagi warga
negara Indonesia.
*Standar ganda*
Apa yang dikatakan Andy Xie bukan barang baru. Banyak orang Indonesia
mengeluhkan hal ini karena melihat Singapura memainkan standar ganda. Di
satu sisi kita sering diberi kuliah tentang good governance, good
corporate
governance, dan Rule of Law, tetapi di sisi lain kita melihat Singapura
tidak membantu Indonesia memerangi korupsi dalam arti membawa koruptor dan
asetnya ke Indonesia.
Assets tracing tampaknya tidak jalan. Padahal banyak ikhtiar politik
dilakukan, tetapi hingga kini tetap mandek. Artinya, biarlah korupsi
terjadi
di negara lain, yang penting bukan di Singapura. Dan Singapura pun
menampung
uang-uang korupsi. Lebih dari itu, jika melihat hasil Bribe Payers Index
2006 yang diterbitkan Transparency International terlihat para pengusaha
Singapura juga melakukan penyiapan dalam bisnisnya di luar negeri meski
tidak separah pengusaha China, India, Rusia, dan Brasil, misalnya.
Akan tetapi intinya adalah, di negeri lain boleh kotor, tetapi kebersihan
di
negeri sendiri harus dipelihara.
Bagi saya, ini amat memilukan karena tidak menggambarkan komitmen kolektif
untuk bersama-sama membersihkan dunia dari korupsi yang diyakini sebagai
persoalan global: karena merupakan kejahatan global. Bagi saya, sikap
Singapura ini saya sebut Singapore Paradox, sikap hipokrit yang tak
membantu
kita keluar dari lingkaran setan korupsi dan pencucian uang yang dahsyat
ini.
Artikel ini tak bermaksud melarang orang berbisnis atau menyimpan uangnya
di
Singapura. Kini, dalam bisnis global, semua itu sah dan tak boleh
dilarang.
Namun, adalah mutlak adil jika Pemerintah Singapura tidak menyediakan
dirinya untuk menjadi tempat "parkir" bagi uang-uang haram dari mana pun
meski keadaan ekonomi akan kian sulit.
Kehendak Pemerintah Singapura untuk membangun kasino juga akan dilihat
banyak orang sebagai kesempatan mencuci uang haram. Pandangan ini tidak
salah karena pasti akan banyak uang haram yang terdampar di meja-meja
judi.
Kita tak akan bisa menutup karena judi akan terus ada dalam berbagai
bentuk,
termasuk judi gelap yang pasti lebih merugikan.
Namun, Singapura bisa berbuat banyak untuk perang melawan korupsi dan
pencucian uang jika pemerintahnya membantu membawa kembali koruptor dan
uang
haram mereka ke negeri ini. Dalam konteks ini, penandatanganan Perjanjian
Ekstradiksi adalah satu langkah awal yang penting. Sayang, Pemerintah
Singapura selalu berdalih, sistem hukum berbeda, maka Perjanjian
Ekstradiksi
sulit diwujudkan. Perlu diketahui, Indonesia sudah menandatangani
Perjanjian
Ekstradiksi dengan Australia yang sistem hukumnya juga berbeda. Agaknya,
perbedaan sistem hukum bukan alasan sebenarnya.
Singapore Paradox sudah waktunya diakhiri jika Singapura bersikap tulus
membantu negara seperti Indonesia untuk menjadi mitra jangka panjang yang
akan saling membantu. Indonesia dan Singapura memiliki masa depan cerah
jika
bisa berjalan bersama. Perjalanan bersama tak akan terhambat karena
berhentinya arus uang haram dari negeri ini.
Bagaimanapun Singapura adalah tempat Indonesia berpaling dalam bisnis di
masa datang. Banyak hal yang dimiliki Singapura, belum dimiliki Indonesia.
Mengapa kita tak melihat masa depan dalam perspektif seperti ini?
Todung Mulya Lubis
*Ketua Transparency International- Indonesia*
...Beri
inspirasi ke teman kamu !!!
LOW TRUST SOCIETY - Bisnis LOW TRUST SOCIETY
Oleh: Rhenald Kasali
Saya baru saja memeriksa ujian mahasiswa saya. Ketika
akan menyerahkan nilai akhir Mereka, saya terpaksa
menoleh kepada berita acara ujian yang mencantumkan
nama beserta tanda tangan mereka masing-masing.
Astaga. Tak Ada satu pun nama yang dapat saya ke...[View] Aksi Bajak Siswa Cerdas - Umum 17 Juli 2006
Aksi Bajak Siswa Cerdas
iman yuniarto dari Singapura
Jumat malam (14/7) pekan lalu menjadi jamuan malam
istimewa bagi 386
jago fisika dari 83 negara. Bertempat di ruang makan
Hall of Residents
kompleks Nanyang Technological University (NTU),
Singapura, Prof Loh Nee
Lam, koo...[View] Pengesahan UU - Umum Rabu, 12 Juli 2006,
Warga Keturunan Tak Lagi Dibedakan
Pengesahan UU Kewarganegaraan Disambut Perasaan Haru
JAKARTA - Berita gembira bagi para warga keturunan yang masih
berjuang untuk mendapatkan status kewarganegaraannya (WNI). UU
Kewarganegaraan RI yang kemarin disahkan dalam rapat paripu...[View] Asal usul sepak bola (Cu Ju) berasal dari Tiongkok - Semua Bicara tentang sejarah, olah raga sepak bola modern terlahir pada pertengahan abad ke 19 di Inggris. Akan tetapi, F.I.F.A.(Federation of International Football Association) pada tahun 2004 sudah secara resmi mengakui bahwa sepak bola paling awal sekali berasal dari Tiongkok, kala itu disebut Cu Ju (...[View] Don't Call Me Chinese - Urban Orang Indonesia mengenal Wali Songo, yaitu sembilan orang sakti yang pertama2 menyebarkan agama Islam di Jawa. Beberapa dari Wali ini adalah orang tionghoa dengan gelar Sunan. Artinya "Su" dari
Suhu atau dialek Fukien Saihu, Suoyu (Mandarin) Szefu dan "nan"= selatan (CMIIW).
Laksamana Cheng Ho y...[View]
|